Entah mengapa, akhir-akhir ini saya sering diajak ngobrol supir atau kenek bus. Yah, nggak bisa dibilang sering juga sih, karena baru dua kali hihihi tapi kalau mau dihitung rasionya, ini baru kali pertama dalam sejarah saya naik bus. Dulu-dulu sih pernah, tapi paling juga nanya, “Jam berapa, mbak?” atau “Di daerah ini masih hujan nggak, mbak?” (dikiranya gue pawang hujan kali hehe).
Nah ceritanya, dalam 3 hari ini, terjadi 2 peristiwa di mana supir dan kenek bus itu mengajak saya ngobrol. Peristiwa yang kedua baru saja terjadi kemarin, sekitar jam 6.45 sore. Waktu itu saya baru pulang mengajar, dan hujan deras sekali di daerah roxy. Seperti biasa, dari roxy ke rumah saya, saya tempuh dengan menggunakan metromini 91 jurusan tanah abang-batu sari. Begitu saya naik bus, si abang kenek sedang mengelap kursi-kursi yang basah akibat bocor. Kemudian, dia berkata pada saya, “Di sini aja Neng duduknya, di sini nggak bocor. Kalau yang lain kena bocor.” Saya pun hanya tersenyum, menuruti anjurannya, dan duduk di tempat yang ia anjurkan. Setelah itu, ia pun duduk di tempat duduk yg terletak di sebelah supir. Selang beberapa menit, naik lah tiga orang ibu-ibu dengan satu anak kecil. Ibu-ibu ini kebingungan karena di mana-mana kok bocor semua. Si kenek pun mempersilahkan tempat duduknya diambil oleh ibu-ibu ini, dan ia kemudian pindah ke tempat duduk di sebelah saya (yang agak kena cipratan air karena terletak di sebelah jendela).
Beberapa menit setelah ia duduk, ia mulai mengajak ngobrol saya. Dibuka dengan pertanyaan, ”Baru pulang kuliah, Neng?”, ia mulai cerita bermacam-macam hal. Mulai dari tips menghindari copet, pengalamannya kerja jadi kenek, sampai topik mati lampu dan apesnya uang setoran kalau sedang hujan. Dalam hati saya, ini orang ngajak ngobrol apa curhat colongan, hehehe ;p pas saya turun, tidak lupa ia berkata, ”Hati-hati ya Neng.”
Peristiwa yang pertama terjadi 3 hari yang lalu, ketika saya pulang kuliah. Ini pun terjadi ketika saya naik metromini 91 dari kampus ke rumah. Waktu itu, yang mengajak ngobrol si abang supir, karena saya duduk di sebelah supir. Percakapan ini pun dimulai dari pertanyaan, ”Pulang kuliah ya, Neng?”. Kalau dengan si abang kenek, ia lebih banyak cerita, kali ini si abang supir lebih banyak bertanya kepada saya. Mulai dari pertanyaan kuliah jurusan apa, udah semester berapa, asli orang mana, usia saya berapa, dan akhirnya ia pun cerita satu topik yang membuat saya tergugah. Ceritanya begini..
Abang Supir (AS): ”Tumben lho Neng, ada orang kayak Neng. Jarang-jarang, Neng.”
Saya: ”Maksudnya??”
AS: ”Iya, biasanya kalo orang kayak Neng itu sombong, kalo diajak ngobrol suka pura-pura nggak denger, jadi nggak dijawabin.”
Saya: ”Ah, masa sih Bang?”
AS: ”Iya Neng, kebanyakan mahasiswa begitu.”
Saya: "Mungkin emang beneran nggak denger kali Bang.. Kan mesinnya berisik begini."
AS: "Ah, nggak mungkin Neng. Orang bukan sekali dua kali.."
Saya: ”Atau mungkin lagi jelek mood-nya Bang, siapa tau lagi bokek..”
AS: ”Hahaha iya juga ya Neng.. Mungkin nggak semuanya kayak gitu kali ya?”
Saya: ”Iya Bang, nggak bisa kita bilang semuanya kayak gitu. Siapa tau juga orang yang Abang ajak ngobrol itu lagi patah hati Bang, jadi males ngomong hehehe..”
AS: ”Hahaha si Eneng bisa aja..”
Obrolan pun terus berlanjut, dan tidak lama sesudah itu, saya turun. Pas saya turun pun, tidak lupa ia berkata, ”Hati-hati ya Neng.” Nah, kenapa saya bilang tergugah?? Karena seringkali kita bersikap pada orang lain dengan memandang strata sosial mereka. Kalau orangnya kira-kira kucel2, kita akan cenderung menjaga jarak, bahkan seperti kata si abang supir, pura-pura tidak mendengar ketika diajak bicara. Kita sudah cenderung memiliki praduga yang buruk, jangan-jangan orang ini mau jahatin saya. Padahal sebenernya, kita semua adalah sama di mata Tuhan. Mau yang kucel, yang bling-bling, yang kulit hitam, kulit putih, yang sipit, belo, tua, muda, semua sama saja. Jadi, jangan salahkan orang lain, kalau mereka punya stereotipe bahwa kelompok orang tertentu sombong, karena memang sikap kita kepada mereka yang membentuk semua stereotipe itu! Alangkah baiknya kalau semua kelompok bisa rukun dan bisa bersikap satu sama lain tanpa adanya prasangka tertentu :)
Dan satu pelajaran lagi, di tengah-tengah dunia yang jahat ini, ternyata masih ada kok orang-orang baik, seperti si abang kenek yang memberikan saya tempat duduk bebas bocor dan memberikan saya tips anti-copet.. Jadi janganlah kita menganggap semua orang itu sama. Kadang, ada orang-orang tertentu yang ’berbeda’.
Salam,
natalie_ijonk