Mungkin kalian bertanya-tanya, kenapa saya suka sekali menulis tentang orang-orang yang saya temui di jalanan? Karena saya adalah anak jalanan. Not literally 'anak jalanan', tapi sudah tak terhitung lagi jumlah waktu yang saya habiskan di jalanan, sekedar untuk berpindah dari tempat A ke tempat B. Dan ‘jalanan’ yang saya maksudkan di sini adalah bukan dengan mobil atau motor pribadi, tapi dengan kendaraan angkot. Sehari-harinya, angkot adalah mobil pribadi saya. Ngajar ya naek angkot, ke kampus ya naek angkot, pokoknya tiada hari tanpa naek angkot…
Untuk kalian yang juga pengguna angkot, kalian pasti tahu bahwa orang yang paling sering ditemui, bahkan nyaris dapat ditemui setiap kali naek angkot adalah pengamen (selain bapak supir dan kenek, tentunya hehe). Sebenarnya saya tidak terganggu dengan kehadiran para pengamen ini, toh mereka hanya sekedar numpang cari uang dengan menyanyi atau membaca puisi. Yang nyebelin adalah orang-orang yang secara paksa meminta uang kita, biasanya dengan kata-kata “lebih baik saya meminta daripada saya menodong atau mencuri bapak/ibu”, atau ya langsung dengan mengeluarkan senjata tajamnya (beneran lho, pernah saya alami).
Salah satu alasan mengapa saya tidak terganggu dengan kehadiran para pengamen adalah, menurut saya, para pengamen ini cukup bermanfaat bagi saya. Bermanfaat dalam hal apa? Bermanfaat dalam mensosialisasikan hits-hits dari para band tanah air ;p hehehe Salah satu contohnya adalah si ‘pengamen ST12’. Ceritanya, beberapa waktu yang lalu, pas lagi ngetren-ngetrennya lagu Puspa milik ST12, saya naek angkot menuju daerah Sudirman. Datanglah pengamen ini, seorang laki-laki usia 20-an dengan topi dan gitarnya. Kita sebut saja A. Untuk ukuran pengamen, menurut saya A berpenampilan agak rapi, dengan jins (meskipun kumel) dan kaus berkerah putih (agak2 kumel juga). Nah, A ini menyanyikan lagu Puspa tersebut, yang pada waktu itu, saya tidak tahu bahwa lagu itu adalah sebuah hits dari band ST12 *ya ampuuuunnn, kemana ajee?? Hehehe* Tidak seperti pengamen lainnya yang menyanyi dengan ekspresi datar, atau dengan pitch control yang buruk, A cukup okelahhh. Nadanya kena, bahkan A menyanyi sambil menggoyangkan badannya mengikuti irama. Dalam hati saya, oke juga nih lagunya. Saya berpikir, lagu ini adalah ciptaan A sendiri. Sampai beberapa waktu lamanya, saya masih juga nggak engeh bahwa lagu itu milik ST12. Baru pas lagi denger radio, didendangkanlah lagu itu, dan saya berkata dalam hati, ooohhh ini lagunya ST12 toh *dong dong dongggg…* Itu baru satu contoh. Masih banyak lagu-lagu lain, misalnya lagu-nya The Virgin, Ungu, dll. (Harusnya band-band itu bayar komisi yah ke para pengamen karena turut mensosialisasikan lagunya hahahaha ;p)
Alasan lainnya adalah, pengamen ini kadang-kadang dapat menjadi sumber inspirasi saya. Baru saja saya tadi pulang dari sebuah kampus di daerah Sudirman. Di bus, ada seorang pengamen tuna netra yang sedang menyanyi dengan diiringi suara gitar. Sebut saja Bapak B. Sebelum menyanyi, Bapak B bercerita bahwa lagu ini merupakan curahan kesedihan dan penderitaannya sebagai seorang tuna netra. Bahwa ia tidak bisa melihat berbagai keindahan dan warna warni dunia.. Berikut ini merupakan sepenggal lirik lagunya:
“Mengapa aku harus dilahirkan di dunia..
Dengan menanggung semua beban derita ini..
Yang ada hanya hitam..
Yang ada hanya kelam..”
Di akhir lagunya, ia berpesan supaya kita semua dapat mensyukuri setiap berkat yang telah diberikan Tuhan. Mungkin kita tidak sadar, mata ini adalah pemberian-Nya yang sangat berharga. Coba bayangkan kalo saat ini mata kita ‘diambil’? Masihkah kita dapat menganggap bahwa hidup ini begitu indah??
Ada lagi satu lagi lagu pengamen yang menginspirasi saya. Kejadiannya sudah beberapa bulan yang lalu. Waktu itu, saya sedang dalam perjalanan dari kampus menuju rumah. Yang ngamen adalah laki-laki abege, yah paling tua juga 25-an umurnya. Sebut saja C. Lagu yang C bawakan berirama riang, dengan tempo cukup cepat. Berikut ini merupakan sepenggal lirik lagunya:
“Banyak yang bertanya, kelak aku mau jadi apa..
Kok nggak sekolah, kok nggak kerja?
Tapi inilah aku..
Aku bahagia sebagaimana aku adanya..
Tidak perlu banyak uang, atau materi berlimpah..
Aku bahagia sebagaimana aku adanya..”
Jangan dipandang bahwa ia adalah seorang pengamen, yang menurut pandangan sebagian orang, malas bekerja atau pasrah pada keadaan. Lihatlah dari sudut pandang yang berbeda. Seberapa puaskah kita dengan keadaan kita sekarang? Seberapa bahagiakah kita dengan semua yang telah kita miliki dalam hidup ini? And the fact that we can be happy without a lot of money, atau harta yang berlimpah. Saya bukan orang yang munafik. Uang memang penting sebagai penunjang kehidupan kita. Tapi, kalaupun kita banyak uang, itu tidak menjamin bahwa kita pasti akan bahagia. Dari pengamen tersebut, saya berpendapat bahwa bahagia adalah pilihan. No matter what your condition, you can always choose to be happy.
Soooo.. Untuk semua pengamen di luar sana, I want to say, thank you so much. Your song is my inspiration :) Tetap berkarya!
No comments:
Post a Comment